Kenapa Ngga Bikin Resolusi 2021
karena resolusi tahun kemarin aja belum berhasil terwujud, hihihi. Nggak deng, sebenernya bisa dibilang tahun 2021 ini mencoba untuk lepas dari kebiasaan lama yang nggak begitu ngaruh ke perubahan positif. Jadi ini alasan kenapa sebenernya kita nggak perlu-perlu amat menuliskan kemudian membagikan resolusi tahun 2021.
Alasan Kenapa Resolusi Kita Nggak Pernah Berhasil Diwujudkan?
1. Hampir sebagian besar resolusi selalu tentang ingin mendapatkan sesuatu, tetapi tidak disertakan langkah-langkahnya.
Contohnya kaya gini nih,
Yang kita tulis :
Tahun ini punya goal untuk mempercantik halaman rumah.
Realitanya :
Secara teknis, untuk mewujudkan goal tersebut ada beberapa hal yang harus disertakan di dalamnya, misalnya memiliki bajet sekian-sekian untuk mempercantik halaman rumah sesuai dengan desain atau wujud yang sudah divisualisasikan.
Alih-alih nulis : mempercantik halaman rumah, akan lebih tertarget kalau nulisnya :
Menyisihkan atau menabung penghasilan yang dialokasikan untuk mempercantik halaman rumah selama kurun waktu tiga bulan dari Januari. Pengerjaan akan dilakukan pada bulan Maret, misalnya. (Lebih tertarget, dan ada batas waktunya)
Kalau perlu malah kita breakdown lagi, dari apa yang kita visualisasikan sebagai "halaman yang cantik" itu ke wujudnya seperti apa. Bisa dengan mencari gambar atau foto yang sesuai dengan bayangan kita tersebut. Misalnya, kalau fotonya dari majalah, kita bisa gunting lalu tempelkan di buku khusus.
Bisa juga menggunakan Pinterest sebagai guideline-nya.
Kemudian kalau sudah ada gambarnya, bisa juga diterjemahkan lagi lebih detail, sehingga kita bisa tahu butuhnya apa saja, misal perlu beli paving block, harus bikin lubang biopori, perlu ada tanaman A, B, atau C, misalnya.
Goal yang kita pecah dengan lebih mendetail akan mengarahkan dan memudahkan kita untuk segera melakukan perilaku atau tindakan yang sejalan dengan target.
Baca juga : Cara agar kamu sukses mewujudkan resolusi tahun barumu, dan membuang kebiasaan buruk.
2. Resolusi kadang hanya berhenti di sekadar tulisan doang.
Iya ya, kenapa ya, bisa gitu? Apalagi kalau resolusi itu udah kita share ke banyak orang, kita tulis di medsos juga, kok malah sering nggak terwujudnya, ya.
Ternyata ada alasan ilmiahnya, lho.
Jadi, menurut Peter M. Gollwitzer, membagikan tujuan atau goal kita ke khalayak malah membuat kita tidak terlalu termotivasi untuk bergerak atau beraksi untuk mewujudkannya.
Hal itu karena, apa yang kita tulis dan ingin diwujudkan tersebut, dimaknai otak sebagai sesuatu yang sudah kita kerjakan atau sudah terjadi.
Kenapa dimaknai sudah terjadi? Karena dengan membagikannya kepada orang lain, otak memberi kesan atau perasaan sebagai hal yang sudah dikerjakan. Ini disebut juga dengan "Social Reality". Kita kayak udah melakukan sebuah langkah besar dengan " memberitahu" jadi itu mengurangi tension di diri kita, sehingga menimbulkan perasaan 'sudah melakukan sesuatu'.
Ini sejalan dengan sistem kerja otak yang memang tidak membedakan data mana sebagai sesuatu yang hanya diimajinasikan, dan data mana yang sebenarnya nyata terjadi.
Jadi, baiknya gimana?
Soal resolusi, mending dicatat di buku manifestasi atau jurnal harian aja, dan dibaca-baca sendiri, bahkan kalau bisa tiap hari kita baca.
Dengan mencatat, sebenarnya kita melakukan hal-hal yang sejalan dengan sistem kerja otak.
Yang pertama, catatan yang kita buat akan memperkuat dan memperjelas niat. Hal ini membantu mengarahkan perilaku bawah sadar.
Manusia kadang lebih banyak digerakkan sama alam bawah sadar, perilakunya. Ketimbang yang disadari. Menuliskan resolusi untuk diri sendiri, seperti memasukkan software ke alam bawah sadar.
Pernah kan, kadang autopilot aja kita pergi ke suatu tempat, tahu-tahu di tempat itu kita mendapatkan sesuatu yang kita cari, dan ternyata berkaitan dengan goal kita.
Manusia nggak serandom itu kok cuy, sebenarnya ya, itu terjemahan dari software alam bawah sadar kita dalam bentuk perilaku.
3. Terkadang menuliskan resolusi, membuat kita lebih fokus pada materi dan apa yang belum kita miliki. Keadaan itu, malah kadang sering memicu kita untuk merasa kurang terus.
Alih-alih menuliskan yang belum tercapai, seru juga kan kalau kita justru menuliskan apa-apa saja yang sudah berhasil kita capai.
Lalu juga jangan cuma fokus sama pencapaian yang berupa material saja, tetapi juga yang kadang tidak terlihat, misalnya punya kebiasaan baru yang lebih baik, kematangan karakter, dan kalau misalnya kita mengukur pencapaian itu dengan materi, (dimana itu juga sah-sah saja sih) kita juga bisa merasakan kebermanfaatan dan keberkahan materi tersebut.
Sumber bacaan dan jurnal :
Semoga bermanfaat artikelnya.
No comments