Parenting Dan Pendidikan Anak Di Masa Pandemi
Nggak kerasa kita sudah berada di penghujung tahun 2020 yah. Masih lekat di ingatan waktu pertama kalinya, di bulan Maret 2020 yang lalu, dinyatakan bahwa Covid-19 sudah sampai di Indonesia. Sepuluh bulan sudah, anak-anak kita belajar dari rumah. Di tulisan kali ini, saya ingin berbagi sedikit catatan mengenai proses parenting dan pendidikan di rumah selama masa pandemi.
Sebagai ortu, ketika awal-awal sekolah dirumahkan, hingga kemudian berlanjut dengan PJJ, saya masih menaruh harapan bahwa sekolah akan kembali dibuka. Ada rasa khawatir bahwa proses pembelajaran anak-anak tidak maksimal dengan metode daring.
Baca juga : kelulusan anak dan daftar SMP di masa pandemi.
Namun melihat kondisi yang ada, rasanya kekhawatiran itu lebih tertutup oleh rasa cemas jika anak-anak bersekolah tatap muka. Rasanya kok, lebih baik anak-anak di rumah, belajar seadanya dan semampunya bersama ortu dan juga guru-guru via daring.
Kalau sekolah kembali dibuka, bisakah anak-anak tertib menjalani protokol kesehatan. Bisakah sekolah menyiapkan fasilitas yang mendukung hal tersebut? |
Apalagi kenyataannya, sampai akhir tahun ini, kondisi pandemi di Indonesia masih berada di gelombang pertama.
Melihat kondisi yang ada, sepertinya awal tahun ini, anak-anak masih akan melanjutkan belajar di rumah.
Entah sampai kapan.
Kondisi entah sampai kapan ini, yang kemudian membuat saya dan suami berusaha mengevaluasi pendidikan anak-anak selama di rumah.
Kalau mau jujur, sebagai seorang Ibu, sebutan sebagai madrasah pertamanya anak-anak itu masih jauh banget dari tercapai.
Masih harus berbagi peran yang lain itulah yang membuat rasa-rasanya saya masih belum bisa bener-bener fokus menjadi pendidik dan pendamping anak-anak sepenuhnya.
Setiap hari prioritas-prioritas selalu bergeser menempati urutan pertama. Tidak selalu, urusan pendidikan anak yang ada di ranking pertama.
Tugas mendidik anak tentu bukan semata-mata tugas ibu tok, ayah juga berperan besar. Kalau mau sama-sama mengevaluasi, kami berdua masih merasa sangat-sangat kurang.
Sepanjang kondisi belajar dari rumah, tidak ada jadwal yang pasti setiap harinya, semua cenderung mengalir saja. Juga tidak ada kurikulum belajar di rumah yang kami susun bareng agar bisa dievalusi apa saja yang sudah dicapai anak-anak selama 10 bulan ini.
Selama 10 bulan, kami juga belum berhasil menemukan formula efektif agar anak-anak bisa disiplin menjalankan jadwal harian.
Anak-anak cenderung menjalani apa yang sudah dibiasakan tiap hari, sesuai dengan kondisi saat masih sekolah. Bangun tetap pagi, mandi, dan sarapan pagi seperti saat akan berangkat ke sekolah. Selanjutnya, tinggal mengikuti saja agenda hari itu apa.
Kami sempat merenung, anak-anak sudah bisa apa saja selama belajar di rumah? Sementara hanya kami berdua sebagai ortu yang menjadi teladannya.
Kalau soal pembelajaran dan pencapaian akademis, mungkin bisa dengan melihat nilai rapor anak-anak, namun jadi sulit juga jika hanya melihat dari nilai saja. Apalagi untuk menilai pencapaian yang lain.
Kalau berdasarkan standar nilai rapor, kami berdua merasa cukup puas dengan pencapaian anak-anak. Dengan kondisi belajar via daring, nilai-nilai yang ada bisa dibilang cukup baik.
Tapi lalu, apa saja yang sudah benar-benar dihayati anak-anak?
Baca juga : cara agar anak-anak menyukai proses belajar.
Kami kemudian membuat beberapa kesimpulan dari hasil pengamatan sehari-hari :
Parenting Dan Pendidikan Anak Di Masa Pandemi
1. Anak-anak lebih gampang tergerak melakukan sesuatu yang baik jika ada contohnya.
Mau mengajari anak-anak untuk lebih peduli pada lingkungan, kita sebagai ortu harus memberi contoh dan menerangkan alasan pilihan perilaku tersebut. |
2. Hal-hal yang ortu anggap biasa, receh, dan remah-remah, bagi anak-anak bisa jadi merupakan sebuah bentuk pembelajaran yang bermakna.
Membiarkan dan memberi kesempatan kepada anak-anak untuk berkreasi sesuka mereka dapat membentuk rasa percaya diri. |
3. Anak-anak pada dasarnya baik, adil, dan penilai yang seimbang.
Di rumah, kami membuat beberapa peraturan dasar, terkait penggunaan gadget. Peraturan ini penting agar anak-anak juga bisa melakukan evaluasi terkait perilakunya masing-masing.
4. Pembentukan minat dan bakat anak bisa terjadi karena proses eksplorasi. Ortu harus memfasilitasi anak-anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya.
Awal-awal pandemi, kami sempat memutuskan untuk hijrah ke pedesaan agar anak-anak lebih leluasa bermain di luar. |
Kami memang fokus pada natural intelligence anak-anak. Dengan memdorong mereka lebih banyak melakukan pembelajaran di alam. |
5. Adab dan nilai-nilai kemanusian universal lebih penting ketimbang nilai-nilai akademik.
6. Keterampilan terbaik yang bisa kita ajarkan sejak dini kepada anak-anak adalah practical life skill harian, karena akan terpakai sampai kapan pun.
7. Anak-anak mengembangkan minat searah dengan minat ortunya. Melibatkan anak-anak dalam setiap kegiatan orangtua yang memungkinkan dilakukan bersama bisa menumbuhkan minat serta ketertarikannya dalam pilihan pekerjaan.
8. Ibadah harian harus dilakukan dengan pembiasaan. Anak-anak akan mulai mengembangkan makna ibadah dan penghayatan melalui pengalaman orangtua.
9. Peran ortu untuk bercerita tentang hikmah melakukan ibadah sangat penting, selain juga memdorong anak untuk membentuk kebiasaan baik.
10. Sebagai ortu, mungkin kita belum bisa sepenuhnya menjadi contoh dan teladan yang baik, maka itu perlu teladan yang lebih tinggi, yaitu Rasulullah. Ortu meneladani sunnah-sunnah Rasulullah, sembari mengajak anak-anak juga.
Itu tadi beberapa catatan mengenai pendidikan keluarga yang berusaha kami terapkan. Menjelang akhir tahun ini, melalui foto-foto, kami seeing berusaha mengumpulkan kegiatan anak-anak selama masa pandemi yang terekam di ponsel.
Semoga ceritanya bermanfaat.
No comments