Budaya
Kisah Perjalanan
Mengenal Tradisi Waton Dalam Festival Watu Ulo Pegon 2019 Di Kabupaten Jember
Jember ternyata tidak hanya memiliki Jember Fashion Carnival yang kini telah dikenal secara mendunia. Jember Fashion Carnival bahkan berhasil menduduki peringkat pertama sebagai karnaval terbaik di Asia dan karnaval terbaik ke-3 di dunia setelah Rio de Janeiro Carnival di Brazil dan Pasadena Flower Carnival di Los Angeles, Amerika Serikat. Dengan adanya Festival Watu Ulo Pegon yang mengusung tradisi Waton semakin menguatkan Jember sebagai kota dengan kekayaan tradisi dan budaya yang unik dan beragam. Festival Watu Ulo Pegon layak diperhitungkan masuk ke jajaran calendar of event nasional.
Apa sebenarnya Festival atau Parade Waton 2019 ini?
Pertanyaan itu berputar-putar di kepala ketika melihat baliho besar terpampang di salah satu ruas jalan yang saya lalui ketika perjalanan menuju ke Tanjung Papuma. Kata 'waton' mengingatkan saya dengan kata 'watu' atau 'batu', tapi apa itu yang dimaksud dengan Waton ?
Keesokan paginya saya baru bisa memahami apa yang dimaksud dengan Tradisi Waton. Jadi, masyarakat Kabupaten Jember, khususnya yang berada di Kecamatan Ambulu dan Wuluhan memiliki tradisi yang cukup unik. Tradisi tersebut berkaitan dengan perayaan Kupatan yang lazim digelar setelah tujuh hari lebaran Idul Fitri.
Di momen Kupatan, masyarakat setempat memiliki tradisi untuk bepergian bersama keluarga mengunakan Pegon, yaitu kendaraan sejenis Cikar yang ditarik oleh sapi, dan dikemudikan oleh 'Bajingan'. Bajingan adalah sebutan khas bagi pengendara Pegon yang mengendalikan sapi-sapi yang menarik Cikar atau Pegon.
Tampilan Pegon atau Cikar yang dihias dalam Waton Parade 2019 |
Pegon ditumpangi oleh satu keluarga inti dengan tujuan berkunjung atau piknik ke Pantai Watu Ulo, mereka kemudian merayakan Kupatan dengan membuka bekal yang dibawa dari rumah, dan makan bersama di pinggir pantai. Karena lokasi pikniknya di Pantai Watu Ulo maka festival ini pun disebut sebagai Waton, yang merupakan singkatan dari Watu Ulo Pegon.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1989. Yang menarik, meski Pegon yang ikut dalam Parade Waton 2019 hanya 58, namun ternyata cukup banyak warga setempat yang juga ikut piknik bersama keluarga di area Pantai Watu Ulo dengan mengendarai mobil maupun motor untuk sampai di lokasi.
Mereka kemudian menggelar tikar, menyiapkan hidangan yang dibawa dari rumah, dan menyantapnya bersama-sama sambil menikmati suasana Pantai Watu Ulo. Coba bayangkan bagaimana suasana piknik tahun 90-an di Pantai Watu Ulo menggunakan Pegon.
Sesampainya di lokasi festival, saya dan teman-teman blogger diajak menuju ke area panggung seni. Panggung terbuka yang berada di bawah rindangnya pepohonan cemara itu sudah dikelilingi oleh pengunjung yang ingin menyaksikan pertunjukkan. Tidak jauh dari area panggung, gerai-gerai UKM menampilkan berbagai potensi ekonomi masyarakat Jember, dari mulai hasil kerajinan tangan, produk makanan, fesyen, hingga kuliner.
Yang tidak kalah menarik adalah para pedagang lokal yang juga ikut meramaikan area tersebut, dari mulai yang berjualan pentol atau cilok, yang lazim berjualan di sepanjang jalan yang saya lewati di Jember dan sekitarnya, sampai penjual rujak manis, balon, mainan anak, arum manis, dan aneka kudapan serta permainan yang menarik perhatian anak-anak.
Atmosfer yang terasa ketika berada di area festival waton ini layaknya momen untuk merayakan hari kebersamaan bersama keluarga. Di balik semua itu, geliat potensi ekonomi rakyat dan pemberdayaan masyarakat lokal pun ikut terbangun dalam Waton Parade 2019.
Lokasinya yang berada tidak jauh dari Pantai Watu Ulo juga membuat festival ini mampu mengangkat pamor Pantai Watu Ulo sebagai salah satu destinasi wisata Kabupaten Jember yang tidak kalah menariknya dengan Pantai Tanjung Papuma.
Teriknya sinar matahari tidak menyurutkan langkah saya untuk berkeliling dan mengenal area tempat diadakannya Festival Watu Ulo Pegon 2019. Tentunya, yang pertama saya simak adalah berbagai pertunjukan seni yang mereprsentasikan keragaman budaya masyarakat Jember yang sebagian besar adalah pendatang. Dari mulai pertunjukan Reog hingga tari-tarian yang khas menggambarkan budaya Jawa di bagian pesisir timur, serta sedikit sentuhan Budaya Madura.
Sambil menunggu arak-arakan Pegon sampai di Watu Ulo, saya pun berkeliling; mengintip pantainya yang ternyata cukup indah; menyaksikan lanskap pantai yang dikelilingi bukit hijau, langit yang begitu biru, dan vegetasi sekitar yang berpadu antara flora khas pegunungan seperti cemara, dan flora khas daerah pesisir pantai seperti tanaman palem.
Yang juga tidak kalah menarik adalah menyimak obrolan dan logat khas masyarakat setempat yang di telinga saya terasa unik. Juga mencicipi aneka jajanan dan mengobrol dengan beberapa keluarga yang datang ke Waton Parade 2019 tersebut.
"Tahun lalu juga ramai, temanya Pancasila, tapi tahun ini lebih ramai lagi karena pas liburan sekolah," tutur Bu Marsi salah satu pengunjung festival.
Warga Mengerumuni Peserta Festival Bakar Ikan di Waton Parade 2019 |
Mencicipi Hasil Bakar Ikan dalam Festival Bakar Ikan di Waton Parade 2019 |
Suasana festival sangat ramai, cenderung padat, dan panggung seni menyedot banyak perhatian serta kerumunan. Apa yang mereka tunggu-tunggu: ada yang mendampingi anak-anak atau paguyubannya tampil memeragakan tarian; ada yang ingin segera ikut festival bakar ikan; sampai yang sekadar datang untuk piknik, makan-makan bersama keluarga; sampai yang justru datang untuk menikmati keindahan pantainya.
Setelah berjalan lumayan jauh, barulah arak-arakan Pegon terlihat dari kejauhan. Oh, ternyata begini tampilan pegon itu, ternyata carik atau gerobak yang ditarik lumayan besar, bisa dinaiki sampai sepuluh orang, dan sapi yang menarik cariknya besar-besar. Pegonnya juga dihias dengan aneka ornamen, dari mulai janur, kain, hingga kertas warna-warni karena memang ada lomba Pegon hias juga.
Bupati Jember, Ibu Faida dalam iring-iringan Pegon di Waton Parade 2019 |
Sebelum arak-arakan Pegon lewat, di barisan depan ada iring-iringan Ogoh-Ogoh. Menurut cerita Bima, salah satu blogger dari Lumajang, Pawai Ogoh-Ogoh bukan hanya ada di Bali, tapi Lumajang pun juga memiliki pawai serupa. Satu lagi bukti keragaman budaya di festival Waton yang berasal dari daerah lain yang Iyut menyuntikkan kekayaan budaya bagi Kabupaten Jember.
Setelah arak-arakan Pegon parkir di satu spot khusus, dan sapi-sapi beristirahat untuk merumput, warga kembali berkerumun di area panggung. Kedatangan Bupati Jember, Ibu Faida yang berkeliling untuk menyapa masyarakat setempat, baik pengunjung maupun peserta lomba menyedot perhatian warga lokal. Dalam kesempatan itu, Ibu Bupati juga membagikan doorprize kepada peserta atau pengunjung yang hadir di Festival Waton 2019.
Acara semakin meriah saat masyarakat secara langsung menyerahkan gunungan ketupat kepada bupati, setelah itu berdoa bersama kemudian bupati menggunting ketupat sebagai tanda ketupat bisa dinikmati oleh warga.
Ketupat yang sudah digunting tersebut kemudian menjadi rebutan masyarakat. Begitu pula dengan sajian tumpeng yang dijajarkan di area dekat panggung, ramai dikerumuni warga lokal. Mereka berebut ketupat dan makanan untuk turut mendapatkan berkah di hari Kupatan tersebut.
Gunungan Ketupat Dan Tumpeng Yang Diperebutkan Wrga Untuk Mendapatlan Berkah Acara Festival Waton 2019 |
Dalam kesempatan yang sama, beberapa mahasiswa asing dari China dan Thailand turut meramaikan acara makan tumpeng. Festival Waton kemudian ditutup dengan pengumuman Gus dan Ning Jember 2019, juga pemenang dalam acara Festival Bakar Ikan 2019.
Festival Watu Ulo Pegon di Kabupaten Jember menjadi sebuah daya tarik wisata tersendiri, khususnya bagi wisatawan domestik karena perhelatan ini memang sangat terasa pemberdayaan masyarakat lokalnya.
Semoga di tahun-tahun yang akan datang Festival Watu Ulo Pegon 2019 atau Waton Parade ini terus dilestarikan dan menjadi salah satu magnet bagi Jember yang memang pantas dinobatkan sebagai Kota Karnaval.
Aku mupeng sama ikan yang habis dipanggang di Festival Bakar Ikan itu, uenak karena ikan asli lokal ya. Acaranya pecah, ga nyangka ada sebutan pegon untuk cikar kalau di daerahku. Mau dong ke Jember buat borong oleh-oleh cokelat hehe
ReplyDeleteYg paling amaizing waktu tahu sebutan penarik pegon..
ReplyDeleteHahaha..
Alhamdulillah kebagian lepet dan tumpeng wlp g bisa ngincipi ikan bakar
Aku baru pertama kali kayaknya berkunjung ke blog teh Nia. *ke mana aja Hanum* :D
ReplyDeleteAku masih terngiang orang-orang rebutan makan tumpeng bareng kita. Awalnya shock, tapi lalu menyadari itu memang tradisi masyarakat sana. Seru ya...
Tradisi pegon unik terutama yg rebutan ketupat dan lepet. Saking pengen ngerasa lgsg, saya smngat ikutan rebutan, sampi terpisah dr rombongn blogger. Ketinggaln mkn bersama, wkwkwk
ReplyDelete