Hotel Review
Kisah Perjalanan
Menjelajah Melaka Dua Hari Satu Malam (Bagian 1)
Berkunjung ke Malaysia, rasanya belum lengkap kalau tidak menyempatkan untuk berkunjung ke Melaka. Punya waktu buat jalan-jalan ketika akhir pekan, kami pun menjelajah Melaka dua hari satu malam. Pengin kabur sejenak dari rutinitas Kota Kuala Lumpur dan merasakan atmosfer yang berbeda.
Ternyata atmosfer Melaka memang beda dengan saat di Kuala Lumpur. Ibaratnya kalau di Melaka itu, kita seperti sedang mendengarkan 'Like someone in love ' nya Chet Baker. Suasananya bener-bener slow, tapi saat mata memandang sekitar banyak hal yang bikin jatuh hati.
Rumah-rumah di sepanjang Jonker Walk, misalnya. Semua tampak unik dengan desainnya masing-masing. Rata-rata eksteriornya perpaduan arsitektur kanton atau khas peranakan. Jalan-jalan di sepanjang jalanannya bikin pengin terus-terusan membidikkan lensa kamera.
Saking slow-nya, hotel yang kami inapi itu hitungannya ada di perempatan jalan raya, tapi suasananya bagaikan bukan di sebuah kota tujuan wisata. Mobil yang lalu lalang jarang banget. Mungkin pengaruh karena sedang bulan puasa juga.
Bagaimana cara untuk sampai ke Melaka dari Kuala Lumpur?
Untuk sampai ke Melaka dari Kuala Lumpur, rute yang kita tempuh adalah sebagai berikut :
Kita selalu mulai dari KL Sentral. Kenapa? Karena hampir tiap hari PP via KL Sentral dengan menggunakan KL Transit atau ERL, jadi ya paling enak dan sudah mulai hapal rute kemana-mana itu dari KL Sentral.
Sebenernya, kita bisa sih, naik ERL atau KL Transit untuk turun di Terminal Bis Bersepadu Selatan. Tapi karena hari itu kita masih ada keperluan di area Brickfields, KL Sentral, jadinya kami memutuskan untuk naik Grab ke Terminal Bersepadu Selatan.
KL Sentral-Terminal Bersepadu Selatan via Grab itu sekitar 14 RM Perjalanan lamanya kurang lebih dua puluh menitan. Sesampainya di Terminal Bis Bersepadu Selatan, kita langsung beli tiket bis untuk ke Melaka. Bis yang kita pilih namanya Delima. Hmmm, jangan underestimate dulu karena namanya. Bisnya bagus, sodara-sodara.
Melihat suasana TBS, saya jadi merasa iri dengan sistem transportasi yang tertata begitu baik. Kapan Indonesia punya terminal bis antar kota rasa bandara begini. Bersih, rapi, terstruktur, adem. Dan nggak bakalan sih, nemuin abang-abang yang teriak "Mijon...mijon."
Di TBS ini, kita juga bisa beli tiket bis untuk ke Singapura. Rute antar kota terpampang jelas di layar. Jam-jam keberangkatan dan kedatangan juga. Jadi, begitu masuk terminal bis, nggak pakai acara galfok melihat keriuhannya atau denger teriakan calo. Kita bisa langsung ke bagian konter untuk beli tiket ke Melaka Sentral.
Ini tampilan TBS dari depan. Grab bakal menurunkan kita di area depan pintu masuk ini. |
Selanjutnya, cari konter-konter untuk membeli tiket sesuai jam keberangkatan dan tujuan yang kita pilih. |
Di layar konter akan tertera harga tiketnya. Jangan lupa untuk menunjukkan paspor kita juga, ya. |
Suasana Bis Delima ke Melaka Sentral yang bikin mager |
Perjalanan ke dari TBS ke Melaka Sentral kurang lebih dua jam-an. Bisnya sangat nyaman. Anak-anak langsung terlelap begitu mapan di tempat duduk masing-masing. Memang di perjalanan lebih baik buat istirahat sih, nothing special juga pemandangannya.
Setelah dua jam perjalanan, barulah kita sampai di Melaka Sentral. Ini terminal utama yang ada di Melaka. Jangan bingung ya, pas turun dari bis, kita nggak turun di gerbang utama atau pintu masuk Melaka Sentral. Tapi di bagian belakang, atau di area kedatangan. Jadi, kalau mau order Grab, kita masuk dulu ke area dalam baru nanti berjalan ke arah pintu masuk utama.
Saya nggak tahu apakah ada cara lebih praktis untuk menjangkau pintu utama. Yang jelas, di dalam Melaka Sentral ini kita akan mendapati suasana seperti di mal-mal ala Pasar Baru, Bandung. Banyak sekali gerai pakaian dan makanan.
Dari Melaka Sentral, kami menuju hotel dengan menggunakan Grab seharga RM 6. Alternatif lain bisa menggunakan bis Panorama No. 17. Tapi karena bawa-bawa ransel, dan anak-anak nampak kaget dengan udaranya yang panas menyengat, kita pilih naik Grab saja.
Di Melaka Menginap Di Mana?
Hotel tempat kita menginap nggak jauh dari area Jonker Walk. Bukan yang di keramaiannya Jonker Walk banget sih. Tapi untuk ke Jonker Walk hanya perlu jalan santai selama lima menitan.
Agak bingung waktu milih-milih hotel di area yang dekat dengan Jonker Walk karena rata-rata modelnya guest house atau hostel buat backpacker. Dan kita juga males
Setelah bertanya dan membandingkan, dapatlah hotel yang kids and family friendly, namanya Hallmark Leisure Hotel.
Hotel-hotel butik atau yang berada di pinggiran sungai Melaka dengan interior dan eksterior khas Portugis, hotel dengan ciri khas dan keunikannya budaya Tionghoa atau Melaka banyak sebenernya. Tapi karena niatnya Menjelajah Melaka, bukan buat staycation maka hotel yang dipilih juga dengan bajet yang standar. Rata-rata hotel yang unik-unik itu tarifnya lumayan. Ada yang kelasnya guest house tapi tarifnya kayak bintang empat.
Hallmark Leisure ini lumayan nyaman. Stafnya cukup ramah, meski agak kurang informatif. Padahal untuk hotel di lokasi wisata cagar budaya dunia, mestinya stafnya bisa lebih talkative soal spot wisata di Melaka.
Untuk menginap di sini, kita dikenai tax menginap di lokasi wisata budaya heritage sebesar RM 2, dan tourism tax RM 10 plus ada deposit RM 20 juga yang bakal dikembalikan setelah kita selesai menginap.
So far, kamarnya lumayan nyaman. Dapet bantal tambahan juga. Kalau ukuran relatif buat setiap orang. Buat kami, selama masih ada ruang buat sholat, nyimpen ransel, anak-anak masih bisa gerak, it's okay. Oh ya, the next rule adalah kamar mandinya harus bersih.
Meski bukan bangunan baru, kamar mandinya cukup bersih dan terawat, ada air hangat, dan semburan shower-nya mayan bisa buat mijet kaki yang pegel habis jalan-jalan. Ada teko listrik, kulkas, dan disediakan air minum juga. Kita sengaja pilih yang no breakfast karena berencana hunting makanan buat sahur di Jonker Walk.
Hanya saja, pas kita pertama kali masuk, kamar rasanya panas banget karena jendela yang terbuka ke arah barat. Matahari sorenya itu lhoo, setrong banget. Dan AC-nya kayak nggak mau langsung mendinginkan ruangan gitu. Baru setelah malamnya kita semua kedinginan karena ACnya jadi super dingin.
Menjelajah Melaka Dua Hari Satu Malam
Banyak yang bilang kalau ke Melaka, nggak perlu nginep karena destinasinya bisa dijelajahi dalam waktu satu hari saja. Iya, kalau solo trip, hal itu memungkinkan. Tapi buat kami yang traveling bareng anak-anak, Melaka harus dimamah pelan-pelan.Menyusuri sepanjang jalan di pinggiran sungai Melaka. Dikit-dikit harus istirahat, apalagi Kak Ezra pas puasa. |
Anak-anak ngga selalu tertarik dengan tujuan wisata heritage yang aktivitasnya cuma lihat-lihat bangunan tua atau cari spot menarik buat dipotret. Karena itulah, kita mencoba sebisa mungkin membuat anak-anak punya kesan dengan aktivitas jalan-jalan di Melaka.
Beberapa kali istirahat dulu buat duduk-duduk dan cerita sesuatu yang menarik tentang Kota Melaka ini. Juga membiarkan anak-anak memilih jalan mana yang akan mereka lalui saat menyusuri jalan-jalan di Jonker Street.
Menurut saya, untuk bisa merasakan atmosfer Melaka, perlu seenggaknya menikmati malam hari di Jonker Street. Dan akhir pekan adalah saat yang tepat, karena pasar malam di Jonker Street atau 'Jonker Street Night Market' memang baru ada di hari Jumat dan Sabtu.
Nggak lupa juga kami mencicipi kuliner khas Melaka. Sayangnya, beberapa makanan yang ada di 'Jonker Street Night Market' masih bikin kami merasa ragu-ragu buat konsumsi. Jadi, kami hanya beli yang benar-benar yakin kalau itu halal.
Ada gerai seafood yang tampak enak, tapi bakarnya bareng sosis non halal. Jadi, kuliner yang kami cicipi juga terbatas gorengan vegetarian saja.
Saya bolak-balik masuk ke toko yang menjual pineapple egg tart, tapi sayangnya ada pie yang isiannya non halal. Rata-rata bakery yang ada memanggang sendiri egg tart-nya. Dan saya ngga yakin kalau manggang yang isian non halal dan nanas atau keju dipisah. So better ngga beli.
Untungnya terbayar dengan nyicipin Cendol Bibik House yang legendaris itu.
Wisata Melaka juga ngga terpusat cuma di area bangunan merah. Kalau tujuannya cuma ke Stadyhuis atau bangunan merah, satu hari saja memang sudah cukup.
Tapi mumpung di Melaka, pas bulan puasa, kami juga pengin menjelajah masjid-masjidnya. Cerita tentang masjid-masjid di Melaka nanti kita ceritain terpisah, ya.
Ternyata salah satu masjid tertua kedua yang ada di Melaka lokasinya ngga jauh dari hotel tempat kita menginap, begitu pula dengan Masjid Kampung Kling. Terakhir, kami juga menyempatkan untuk berkunjung ke Masjid Selat Melaka, sekalian berbuka puasa di sana.
Menikmati Melaka di minggu pagi juga bisa menjadi salah satu pilihan saat berkunjung ke sini. Coba bangun lebih pagi dan susuri sepanjang Sungai Melaka saat kondisinya masih adem dan sepi. It's precious moment banget.
Cerita jalan-jalan minggu paginya, juga akan dibahas di postingan selanjutnya, ya.
Dari penjelajahan itu, saya menyimpulkan bahwa hampir sebagian besar kota yang dilalui kapal pedagang, seperti halnya Semarang, memiliki pola membangun masjid dan kelenteng di area tempat pertama kalinya para pedagang mendarat.
(Bersambung ke Bagian 2)
No comments