Acara
Ngobrol Soal Kopi Bersama Penggiat Kopi Jateng Di KnK Coffee Resources
Secangkir Jawa.
Sebenarnya, kapan sih, kopi pertama kali diperkenalkan di tanah air? Begitu pertanyaan yang melintas di benak saya kala Mas Agung Kurniawan, salah satu penggiat kopi sekaligus pemilik Knk Coffee Resources yang berada di Jalan Dewi Sartika No. 5 Kecamatan Gunung Pati, Semarang, berbagi cerita soal kiprahnya dalam mengedukasi penikmat kopi sekaligus pebisnis kopi di Kota Semarang.
Sebenarnya, kapan sih, kopi pertama kali diperkenalkan di tanah air? Begitu pertanyaan yang melintas di benak saya kala Mas Agung Kurniawan, salah satu penggiat kopi sekaligus pemilik Knk Coffee Resources yang berada di Jalan Dewi Sartika No. 5 Kecamatan Gunung Pati, Semarang, berbagi cerita soal kiprahnya dalam mengedukasi penikmat kopi sekaligus pebisnis kopi di Kota Semarang.
Saya yang baru menyukai dan penasaran dengan sejarah kopi satu tahun belakangan ini jadi tergelitik untuk mencari tahu tentang bagaimana sejarah kopi sampai di tanah air. Rupanya, sudah cukup lama sekali. Tahun 1699, Perusahaan Hindia Belanda membawa masuk Kopi Arabika ke Indonesia. Konon, tanaman kopi juga tercatat menjadi budidaya tanaman perkebunan paling tua di Indonesia. Kopi yang tumbuh di tanah Jawa kemudian dibawa ke Amsterdam untuk diteliti kelebihannya.
Sekitaran tahun 1707, VOC mulai mengembangkan kopi Arabika di daerah Priangan dan Cirebon. Empat tahun kemudian, 400 kg kopi Arabika hasil panen di sekitar Batavia dan Priangan dibawa ke Amsterdam untuk diperdagangkan. Tahun 1725 Indonesia menjadi tempat perkebunan kopi pertama di luar Ethiopia dan negara jazirah Arab. Pada kurun-kurun tahun itulah muncul istilah "secangkir jawa" karena kopi-kopi hasil budidaya di tanah Jawa banyak digemari oleh bangsa Eropa.
Dari perkebunan di Priangan, kopi Arabika kemudian dikembangkan di dataran tinggi Tanah Toraja dan Latimojong Sulawesi Selatan, kemudian juga mulai ditanam di daerah Tapanuli Selatan. Saat itu, sekitar tahun 1834-an produksi kopi Arabika mencapai 26.600 ton/tahun. Produksi kopi Arabika mengalami penurunan ketika penyakit karat daun menyerang sejumlah besar perkebunan kopi, dan di tahun 1900-an, seiring dengan masuknya kopi Robusta pemuliaan tanaman kopi Arabika pun mulai berkurang. Di tahun 1902, pemerintah kolonial Belanda pun membawa masuk jenis kopi robusta yang lebih tahan terhadap penyakit. Namun kegiataan pemuliaan jenis tersebut baru dilakukan pada tahun 1920-an.
Saat ini di Indonesia proporsi produk kopi sebanyak 27% diisi oleh kopi Arabika, 72% oleh kopi Robusta, dan 1 %nya oleh kopi Liberika. Tetapi harga kopi Arabika 2-3 kali lipat dari harga kopi Robusta.
Kopi Restorasi.
Kegiatan bincang-bincang yang diprakarsai oleh Yayasan Kopi Anak Negeri ini bertujuan untuk menampung aspirasi para penggiat kopi nusantara, khususnya di Jawa Tengah dalam menyuarakan berbagai ide, tantangan, serta dukungan agar terciptanya iklim bisnis yang supportif. Baik antara petani kopi hingga penikmat kopi.
Abdul Walid, salah satu pengisi acara tersebut juga banyak bercerita tentang perbedaan cita rasa kopi. "Kopi yang tumbuh di Jawa memiliki cita rasa yang berbeda dengan kopi yang tumbuh di Sumatera. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah setempat," ujarnya kala memberikan penjelasan kepada para peserta yang hadir siang itu.
Aroma biji kopi mudah dipengaruhi oleh apa yang tumbuh di sekitarnya. Kopi Kintamani asal Bali memiliki cita rasa asam yang khas, juga aroma jeruk. Kita tahu di Bali juga ada jeruk Kintamani. Untuk membedah satu biji kopi seperti halnya melihat unsur partikel yang lebih kompleks terkait dengan aroma dan cita rasanya.
Sesi berbagi kisah atau cerita juga dilakukan oleh beberapa peserta yang memang memiliki latar belakang sebagai petani kopi atau pebisnis kopi. Misalnya saja, salah satu petani kopi asal daerah Jambu, Kabupaten Semarang. Dari sesi berbagi tersebut, dapat dipetakan hambatan dan tantangan apa saja yang dialami oleh penggiat dan pebisnis kopi selama ini.
Acara yang didukung oleh Orisinal Indonesia dan Wifi Restorasi ini rencananya juga akan dilangsungkan di berbagai tempat di Jawa Tengah, salah satunya adalah di Desa Dudakawu, Kabupaten Jepara. Saat ditanya mengapa kegiatan tersebut akan dilangsungkan di daerah tersebut, salah satu panitia acara mengatakan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi budidaya kopi Robusta yang sangat besar. Tujuan diadakannya roadshow adalah untuk mengedukasi petani, bukan hanya soal merawat dan membudidayakan tanamannya saja, tetapi juga agar mereka mengetahui pasar untuk hasil budidayanya.
Belum banyak petani yang tahu bahwa pasar kopi di Indonesia sedang tumbuh dan menjadi potensi besar karena tingkat konsumsi kopi terus naik, per tahunnya hingga 1,2 kg perkapita. Padahal nilai itu masih lebih rendah kalau dibandingkan dengan konsumsi kopi negara lain, seperti Jepang yang tingkat konsumsinya 3, 4 kg perkapita per tahun. Kira-kira negara mana yang tertinggi?
Uji Cita Rasa Kopi Melalui Seduh Dan Cicip.
"Mbak, tau nggak sebenarnya Cupping itu apa ?"
Beberapa waktu lalu pernah ada yang melayangkan pertanyaan tersebut saat saya sedang menggelar sebuah acara yang melibatkan para penggiat kopi di Semarang. Jujur, meski sudah punya bayangan terkait aktivitas apa yang akan dilakukan, tapi saya belum pernah benar-benar menjajal aktivitas seduh dan icip kopi tersebut.
Di Acara Kopi Restorasi kemarin, Barista di Lostin Coffee benar-benar menjelaskan secara terperinci dari proses cupping. Ternyata, proses cupping ini sudah ada standarnya sendiri, jadi bukan asal seduh dan icip saja. Nantinya ada 11 komponen yang dinilai, yaitu fragrance, flavour, after taste, acidity, body, balance, sweetness, clean up, uniformity, over all, dan tain/defects.
Barista di Lostin Coffee juga menjelaskan masing-masing arti dari komponen itu secara detail. Setelah kopi diseduh kemudian para peserta pun diajarkan bagaimana cara mencicipi kopi yang baik. Misalnya, cara menyesap dan merasakan kopi. Setelah itu, peserta diminta untuk mengisi bagan atau grafik yang sudah disiapkan.
Bagi peserta yang masih awam seperti saya, menikmati kopi ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Kopi bukan hanya pahit saja. Ada berbagai lapisan rasa yang bisa dimunculkan dari menyesap secangkir kopi. Rasa asam, fruity, sampai gurih pun sebenarnya bisa terdeteksi oleh lidah yang memang sudah terbiasa mencicipi kopi.
Secangkir kopi ternyata bisa menceritakan banyak hal, dari di mana tempat mereka tumbuh, bagaimana kopi tersebut dipetik, dijemur, sampai diproses hingga menjadi bubuk kopi. Ternyata eksplorasi dari keberagaman karakter rasa kopi itulah yang dicari para penikmat kopi saat ini.
Menjadi penikmat kopi tak ubahnya seperti menjadi seorang penikmat karya seni. Dengan mengetahui bagaimana biji kopi itu tumbuh hingga diproses, kita jadi menyadari bahwa menjadi seseorang yang menggeluti bidang ini tak ubahnya seorang Artisan. Bedanya mereka tidak hanya 'melukis' dengan jari, tetapi juga melalui indera penciuman hingga perasanya.
Seiring dengan tumbuhnya kafe-kafe lokal juga industri alat-alat untuk menyeduh kopi, kini kegiatan ngopi menjadi sebuah kegiatan eksplorasi yang semakin digemari. Daerah-daerah dengan indikasi geografis tertentu pun mulai mencoba mengenalkan kopi lokalnya ke masyarakat luas. Tak heran jika industri ini kian hari kian digemari, baik di tingkat desa sampai perkotaan.
Saat ini di Indonesia proporsi produk kopi sebanyak 27% diisi oleh kopi Arabika, 72% oleh kopi Robusta, dan 1 %nya oleh kopi Liberika. Tetapi harga kopi Arabika 2-3 kali lipat dari harga kopi Robusta.
Kopi Restorasi.
Kegiatan bincang-bincang yang diprakarsai oleh Yayasan Kopi Anak Negeri ini bertujuan untuk menampung aspirasi para penggiat kopi nusantara, khususnya di Jawa Tengah dalam menyuarakan berbagai ide, tantangan, serta dukungan agar terciptanya iklim bisnis yang supportif. Baik antara petani kopi hingga penikmat kopi.
Abdul Walid, salah satu pengisi acara tersebut juga banyak bercerita tentang perbedaan cita rasa kopi. "Kopi yang tumbuh di Jawa memiliki cita rasa yang berbeda dengan kopi yang tumbuh di Sumatera. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah setempat," ujarnya kala memberikan penjelasan kepada para peserta yang hadir siang itu.
Aroma biji kopi mudah dipengaruhi oleh apa yang tumbuh di sekitarnya. Kopi Kintamani asal Bali memiliki cita rasa asam yang khas, juga aroma jeruk. Kita tahu di Bali juga ada jeruk Kintamani. Untuk membedah satu biji kopi seperti halnya melihat unsur partikel yang lebih kompleks terkait dengan aroma dan cita rasanya.
Sesi berbagi kisah atau cerita juga dilakukan oleh beberapa peserta yang memang memiliki latar belakang sebagai petani kopi atau pebisnis kopi. Misalnya saja, salah satu petani kopi asal daerah Jambu, Kabupaten Semarang. Dari sesi berbagi tersebut, dapat dipetakan hambatan dan tantangan apa saja yang dialami oleh penggiat dan pebisnis kopi selama ini.
Acara yang didukung oleh Orisinal Indonesia dan Wifi Restorasi ini rencananya juga akan dilangsungkan di berbagai tempat di Jawa Tengah, salah satunya adalah di Desa Dudakawu, Kabupaten Jepara. Saat ditanya mengapa kegiatan tersebut akan dilangsungkan di daerah tersebut, salah satu panitia acara mengatakan bahwa kawasan tersebut memiliki potensi budidaya kopi Robusta yang sangat besar. Tujuan diadakannya roadshow adalah untuk mengedukasi petani, bukan hanya soal merawat dan membudidayakan tanamannya saja, tetapi juga agar mereka mengetahui pasar untuk hasil budidayanya.
Belum banyak petani yang tahu bahwa pasar kopi di Indonesia sedang tumbuh dan menjadi potensi besar karena tingkat konsumsi kopi terus naik, per tahunnya hingga 1,2 kg perkapita. Padahal nilai itu masih lebih rendah kalau dibandingkan dengan konsumsi kopi negara lain, seperti Jepang yang tingkat konsumsinya 3, 4 kg perkapita per tahun. Kira-kira negara mana yang tertinggi?
Uji Cita Rasa Kopi Melalui Seduh Dan Cicip.
"Mbak, tau nggak sebenarnya Cupping itu apa ?"
Beberapa waktu lalu pernah ada yang melayangkan pertanyaan tersebut saat saya sedang menggelar sebuah acara yang melibatkan para penggiat kopi di Semarang. Jujur, meski sudah punya bayangan terkait aktivitas apa yang akan dilakukan, tapi saya belum pernah benar-benar menjajal aktivitas seduh dan icip kopi tersebut.
Di Acara Kopi Restorasi kemarin, Barista di Lostin Coffee benar-benar menjelaskan secara terperinci dari proses cupping. Ternyata, proses cupping ini sudah ada standarnya sendiri, jadi bukan asal seduh dan icip saja. Nantinya ada 11 komponen yang dinilai, yaitu fragrance, flavour, after taste, acidity, body, balance, sweetness, clean up, uniformity, over all, dan tain/defects.
Barista di Lostin Coffee juga menjelaskan masing-masing arti dari komponen itu secara detail. Setelah kopi diseduh kemudian para peserta pun diajarkan bagaimana cara mencicipi kopi yang baik. Misalnya, cara menyesap dan merasakan kopi. Setelah itu, peserta diminta untuk mengisi bagan atau grafik yang sudah disiapkan.
Bagi peserta yang masih awam seperti saya, menikmati kopi ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Kopi bukan hanya pahit saja. Ada berbagai lapisan rasa yang bisa dimunculkan dari menyesap secangkir kopi. Rasa asam, fruity, sampai gurih pun sebenarnya bisa terdeteksi oleh lidah yang memang sudah terbiasa mencicipi kopi.
Secangkir kopi ternyata bisa menceritakan banyak hal, dari di mana tempat mereka tumbuh, bagaimana kopi tersebut dipetik, dijemur, sampai diproses hingga menjadi bubuk kopi. Ternyata eksplorasi dari keberagaman karakter rasa kopi itulah yang dicari para penikmat kopi saat ini.
Menjadi penikmat kopi tak ubahnya seperti menjadi seorang penikmat karya seni. Dengan mengetahui bagaimana biji kopi itu tumbuh hingga diproses, kita jadi menyadari bahwa menjadi seseorang yang menggeluti bidang ini tak ubahnya seorang Artisan. Bedanya mereka tidak hanya 'melukis' dengan jari, tetapi juga melalui indera penciuman hingga perasanya.
Seiring dengan tumbuhnya kafe-kafe lokal juga industri alat-alat untuk menyeduh kopi, kini kegiatan ngopi menjadi sebuah kegiatan eksplorasi yang semakin digemari. Daerah-daerah dengan indikasi geografis tertentu pun mulai mencoba mengenalkan kopi lokalnya ke masyarakat luas. Tak heran jika industri ini kian hari kian digemari, baik di tingkat desa sampai perkotaan.
terimakasih banyak mbk Nia, tulisan sejarah kopinya bagus dan detail
ReplyDelete