Budaya
Kisah Perjalanan
Ulasan Produk
Mencari Harta Karun Tersembunyi di Sudut-Sudut Kota Semarang Bersama Grab & Go-Verve Bistro & Coffee Bar dan Bersukaria Tour
Sudah seberapa kenalkah kalian dengan kota tempat kalian tinggal? Sejarahnya, peninggalan-peninggalan masa lampaunya, sampai 'harta karun' tersembunyi; seperti tempat-tempat unik yang punya latar belakang cerita yang menarik?
Kalau belum tahu, berarti kalian mainnya kejauhan, hehehe. Atau bisa juga karena kota sendiri terasa sudah begitu biasa. Jalan-jalannya dilewati setiap hari, bangunan-bangunan yang sama, kisah-kisah dibaliknya yang sudah diceritakan berulang-ulang.
Kebosanan biasanya terjadi kalau nggak bertumbuh. Padahal, belakangan ini Kota Semarang semakin terasa pertumbuhannya. Taman-taman kota yang baru dibangun, tempat-tempat wisata baru, yang meskipun masih mengandalkan konsep tampilan visual, belum menjual kisah atau sejarah yang menarik, namun cukup menjadi magnet bagi wisatawan domestik.
Sebenarnya, cukup banyak alternatif 'piknik tipis-tipis'di dalam kota yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah dalam bentuk walking tour. Beberapa pekan lalu, Verve Bistro & Coffee Bar berkolaborasi dengan Bersukaria Tour mengadakan sebuah walking tour dengan rute yang diawali di Verve Bistro & Coffee Bar, kemudian dilanjutkan ke DP Mall.
Tonton videonya di sini ya....
Di gerbang masuk DP Mall, para peserta walking tour yang terdiri dari blogger dan vlogger dari Semarang dan Jakarta berkumpul untuk mendengar penjelasan dari pemandu tur mengenai gerbang besar yang memiliki bentuk khas arsitektur masa kolonial. Ternyata gerbang tersebut dulunya pernah dipugar dan menuai protes lantaran sebenarnya merupakan sebuah bangunan cagar budaya. Fauzan, selaku pemandu menjelaskan bahwa itu merupakan sebuah gerbang menuju ke bangunan panti asuhan.
Selanjutnya, peserta berjalan ke arah timur dengan highlight spot pelikan, jembatan penyeberangan, Gris, lalu menuju ke arah selatan memasuki Kampung Sekayu dengan highligt berupa masjid tertua, rumah masa kecil N.H Dini, dan beberapa rumah dengan arsitektur 'jadul' yang masih dipertahankan di dalam perkampungan tersebut.
Sepanjang perjalanan di ruas Jalan Pemuda, kami bisa melihat deretan pohon Asam Jawa. Deretan pohon Asam Jawa itulah yang menjadi asal mula nama 'Semarang', yaitu dari Asam dan Arang. Saat musim berbuah, kita bisa melihat bentuk khas dari buah asam tersebut di antara rimbunnya dedaunan, atau terkadang sudah berjatuhan ke trotoar.
Masuk ke dalam Kampung Sekayu, sebagian dari kami bertanya-tanya sebenarnya apa yang akan dilihat di perkampungan yang cukup padat tersebut. Kalau mengikuti penjelasan yang disampaikan pemandu, kami akan dapat melihat beberapa rumah yang eksteriornya bergaya vintage. Sayangnya tidak semua dari kami jeli dan berhasil menemukan rumah-rumah model seperti itu. Juga belum ada penjelasan terperinci soal fakta-fakta arsitektural rumah-rumah vintage tersebut.
Keluar dari Kampung Sekayu, kami sempat beristirahat sejenak di Taman Pekunden untuk menikmati minuman dan camilan dari Grab & Go. Ada berbagai varian minuman yang bisa ditemukan dalam kantung kertas yang kami bawa jalan-jalan kala itu. Mulai dari Thai Tea yang menjadi favorit saya karena rasa pahit teh dan legitnya yang pas dan belum bisa disamai oleh produk serupa, kemudian ada varian Belgian Chocolate, Matcha Latte, Avocado Coffee, Caffe Latte, dan Red Velvet.
Grab & Go merupakan merek retail dari Verve Bistro & Coffee Bar yang mengusung konsep ready to go. Banyak sekali variasi menu praktis dan sehat yang ditawarkan, seperti supreme sandwich, beef wrapped, chicken wrapped, dan berbagai variasi donat dan muffin yang diproduksi dan dikonsmsi di hari yang sama untuk menjaga kesegarannya.
Dari Taman Pekunden, kami ditunjukkan rumah susun yang ada di Semarang, meskipun menurut saya pribadi hal yang lebih menarik justru aneka kuliner yang ada di kiri dan kanan ruas jalan Pekunden tersebut. Di pusat kuliner tersebut, kami sudah ditunggu oleh shuttle bus yang akan mengantar kami kembali ke area di dekat Lawang Sewu.
Kami sampai di Lawang Sewu tepat ketika 'blue hour', langit biru gelap berpadu dengan lampu-lampu keemasan dari bangunan Lawang Sewu. Mobil-mobil bergerak mengitari tugu muda yang tampak cantik karena lampu warna-warni yang menyorotinya. Fauzan, dari Bersukaria Tour masih sempat menjelaskan beberapa latar sejarah tentang bangunan Lawang Sewu. Tentang bagaimana roda kehidupan berputar ketika masa pendudukan kolonial serta ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia. Juga penjelasan soal relief di bagian atap Lawang Sewu yang sebenarnya adalah roda kereta api.
Peserta kembali ke Verve Bistro & Coffee Bar, di area kafe yang balkonnya menghadap ke area Lawang Sewu, masing-masing mulai mengerti bahwa 'pengalaman yang didapatkan dari piknik tipis-tipis kali ini, membuka mata mereka tentang harta tersembunyi di kotanya'. Sebuah harta karun tersembunyi yang tidak akan terkuak apabila kita hanya menjalani sudut-sudut kota dengan cara yang biasa.
Beberapa tempat yang kelihatan biasa saja, ternyata banyak mengandung cerita-cerita yang menarik. Padahal hampir tiap hari kita melewati tempat itu. Namun kita belum mengenalnya secara mendalam.
ReplyDeleteKegiatan walking tour telah mengubah kebiasaan kita untuk mengenal lebih dekat kota kita.
Mari ber-walking tour :D
iyaa bener banget. yuuk, kita eksplor tempat2 di Smrg
Delete