Pengasuhan Anak
(draft) Catatan Perjalanan Tujuh Tahun Kedua-Konflik
Konflik itu baik untuk perkembangan anak.
Kemarin sore, waktu Kakak pergi ke masjid untuk maghriban, hujan belum turun. Nggak lama kemudian, hujan turun lumayan deras, dan sudah waktunya Kakak pulang, sementara dia ngga bawa payung. Jarak dari rumah ke masjid kira-kira satu blok. Kepikiran buat ngejemput, tapi lalu mbatin: ini saatnya Kakak belajar sesuatu.
Beberapa waktu lalu, Kakak juga pernah lupa bawa bekal yang sudah disiapkan dari rumah. Kira-kira kirim ke sekolah atau nggak ya? Kemudian mikir, kalau nggak dikirim dia pasti laper banget, kalau dikirim, kira-kira besok Kakak akan mengulang kesalahan yang sama nggak ya?
"Bun, kemarin itu di sekolah Ezra nangis karena penghapusnya hilang..." cerita Bu Guru di sekolahnya. Waktu itu, Ezra juga cerita kalau beberapa temannya komentar, "cuma penghapus aja kok,nangis..."
Saya lalu ngobrol sama Bu Guru pas rapotan;menjelaskan kenapa karena hal kecil itu Ezra menangis. Soal gampang nangis itu, sebenernya juga PR buat saya untuk mengajarkan Ezra agar tidak terlalu sensitif dan be a tough boy.
Balik lagi soal penghapus. Jadi, sejak masuk SD, kami memang mengajarkan Ezra untuk menjaga barang-barang pribadinya. Sekarang, kami mungkin masih mengamanahkan hal kecil seperti alat-alat tulis, tetapi seiring waktu, amanah yang akan kami berikan akan bertambah besar, termasuk amanah untuk menjaga dirinya sendiri.
Jadi biarlah sekarang dia menangis untuk penghapusnya yang hilang dan tidak akan kami ganti, daripada kelak dia akan menangis karena kehilangan sesuatu yang lebih besar.
Alhamdulillah, Bu Guru mendukung prinsip yang sedang kami ajarkan.
Cerita yang berbeda. Dulu, di sekolah lamanya, sepatu Kakak pernah tertukar sehabis ngaji di masjid. Saya lalu memintanya kembali ke sekolah, mencari anak yang sepatunya tertukar. Sejak itu saya katakan kepadanya: "Kakak harus perhatian sama barang-barang yang dibawa, kalau hilang atau tertinggal, itu tanggung jawab Kakak."
Atau pernah juga saat bukunya tertinggal. "Sekolah kan, tugas Kakak. Bunda ngga akan antar, biar kakak tahu arti tanggung jawab."
Gurunya saat itu bilang kalau seharusnya saya tidak terlalu menuntut anak dengan menambahkan konflik yang nggak perlu karena tugas ortu adalah melancarkan proses belajar anak. Artinya, kalau bukunya tertinggal, harus diantarkan. Saat itu saya memang tidak mengantar bukunya karena saya pikir, mungkin benar kegiatan sekolahnya akan lancar, tetapi Kakak tidak akan 'belajar'.
Kakak nanya, "tanggung jawab itu kalau penghapusku ilang, aku harus beli sendiri lagi kan, Bun?"
"Bisa jadi. Tapi itu artinya Kakak juga harus ngerasain akibat dari sikap Kakak sendiri. Misalnya jadi repot karena minjem penghapus terus," jawab saya.
Beberapa hari kemudian ayahnya meminjami penghapus. "Dijaga, ya." Nggak lama setelahnya, dia mendapat dua penghapus baru, satu dari goodie bag ultah, satu dari teman sekelasnya. "Ini harus dijaga, Bun," kata Ezra dengan muka berseri-seri.
Saya pun ikut senyum dan berpikir bahwa tanggung jawab bisa terasah karena konflik. Selalu menjadi bemper untuk setiap konflik yang dihadapi anak berarti pelan-pelan mengajari anak melepas tanggung jawab. Biar deh, sekarang susah-susah dulu, In syaa Allah ke depannya bisa lebih baik.
Kemarin sore, waktu Kakak pergi ke masjid untuk maghriban, hujan belum turun. Nggak lama kemudian, hujan turun lumayan deras, dan sudah waktunya Kakak pulang, sementara dia ngga bawa payung. Jarak dari rumah ke masjid kira-kira satu blok. Kepikiran buat ngejemput, tapi lalu mbatin: ini saatnya Kakak belajar sesuatu.
Beberapa waktu lalu, Kakak juga pernah lupa bawa bekal yang sudah disiapkan dari rumah. Kira-kira kirim ke sekolah atau nggak ya? Kemudian mikir, kalau nggak dikirim dia pasti laper banget, kalau dikirim, kira-kira besok Kakak akan mengulang kesalahan yang sama nggak ya?
"Bun, kemarin itu di sekolah Ezra nangis karena penghapusnya hilang..." cerita Bu Guru di sekolahnya. Waktu itu, Ezra juga cerita kalau beberapa temannya komentar, "cuma penghapus aja kok,nangis..."
Saya lalu ngobrol sama Bu Guru pas rapotan;menjelaskan kenapa karena hal kecil itu Ezra menangis. Soal gampang nangis itu, sebenernya juga PR buat saya untuk mengajarkan Ezra agar tidak terlalu sensitif dan be a tough boy.
Balik lagi soal penghapus. Jadi, sejak masuk SD, kami memang mengajarkan Ezra untuk menjaga barang-barang pribadinya. Sekarang, kami mungkin masih mengamanahkan hal kecil seperti alat-alat tulis, tetapi seiring waktu, amanah yang akan kami berikan akan bertambah besar, termasuk amanah untuk menjaga dirinya sendiri.
Jadi biarlah sekarang dia menangis untuk penghapusnya yang hilang dan tidak akan kami ganti, daripada kelak dia akan menangis karena kehilangan sesuatu yang lebih besar.
Alhamdulillah, Bu Guru mendukung prinsip yang sedang kami ajarkan.
Cerita yang berbeda. Dulu, di sekolah lamanya, sepatu Kakak pernah tertukar sehabis ngaji di masjid. Saya lalu memintanya kembali ke sekolah, mencari anak yang sepatunya tertukar. Sejak itu saya katakan kepadanya: "Kakak harus perhatian sama barang-barang yang dibawa, kalau hilang atau tertinggal, itu tanggung jawab Kakak."
Atau pernah juga saat bukunya tertinggal. "Sekolah kan, tugas Kakak. Bunda ngga akan antar, biar kakak tahu arti tanggung jawab."
Gurunya saat itu bilang kalau seharusnya saya tidak terlalu menuntut anak dengan menambahkan konflik yang nggak perlu karena tugas ortu adalah melancarkan proses belajar anak. Artinya, kalau bukunya tertinggal, harus diantarkan. Saat itu saya memang tidak mengantar bukunya karena saya pikir, mungkin benar kegiatan sekolahnya akan lancar, tetapi Kakak tidak akan 'belajar'.
Kakak nanya, "tanggung jawab itu kalau penghapusku ilang, aku harus beli sendiri lagi kan, Bun?"
"Bisa jadi. Tapi itu artinya Kakak juga harus ngerasain akibat dari sikap Kakak sendiri. Misalnya jadi repot karena minjem penghapus terus," jawab saya.
Beberapa hari kemudian ayahnya meminjami penghapus. "Dijaga, ya." Nggak lama setelahnya, dia mendapat dua penghapus baru, satu dari goodie bag ultah, satu dari teman sekelasnya. "Ini harus dijaga, Bun," kata Ezra dengan muka berseri-seri.
Saya pun ikut senyum dan berpikir bahwa tanggung jawab bisa terasah karena konflik. Selalu menjadi bemper untuk setiap konflik yang dihadapi anak berarti pelan-pelan mengajari anak melepas tanggung jawab. Biar deh, sekarang susah-susah dulu, In syaa Allah ke depannya bisa lebih baik.
Anak-anak suka ngilangin alat tulis gitu ya, kalo anakku dulu katanya karena dipinjem teman dan nggak dikembalikan.
ReplyDeleteIya, Mba. Perlu pembiasaan supaya bisa menjaga barang2nya, ya.
DeleteJaman sekolah seriing banget kehilangan alat tulis terutama pulpen, padahal udah dikasih nama juga teteeep aja, ntahlah ngilang kemana 😂😂
ReplyDeleteSamaa Mbaa, sampe kuliah kdg2 juga masih suka ilang2an
DeleteBener bangett.. entah kenapa anak SD itu palinh boros alat tulis
ReplyDeleteHihihi, iyaaa...pensil terutama 😀
DeleteYuph... Anak2 memang hrs dibiasakan bertanggungjawab sjak dini ya, trutama kl sudah masuk usia 7.. Tmasuk soal alat2 tulisnya :)
ReplyDeleteBetul, Mba...pelan2 sdh mulai hrs dibiasakan
DeletePelan-pelan juga nanti terbiasa bertanggungjawab ya mbak, asal kita sebagai ortunya sabar membimbingnya dan mencontohkan pula ☺
ReplyDeleteIyes, Mba..lead by example dan sabar ya kuncinya 😊
Deletebismillah ya mba, kudu bersabar banget mengurus anak.
ReplyDeletePembelajaran buat aku juga yang masih single i ni .
Betul bgt, Mba...sabar jd kunci utama juga 😊😊
DeleteMengajarkan anak untuk bertanggung jawab memang susah, perlu pembiasaan dan konsistensi. Walaupun kadang aku nggak tegaan, tapi harus dilakukan.
ReplyDeleteSemoga kita bisa menjadi ortu yang bijak ya..mbak
Aamiin, semoga selalu bisa belajar menjd ortu yg lebih baik ya, Mba 😊😊
Deleteiya anak2 ku juga sering banget ngilangin penghapus sampai jengkel mbak. terkdg aku kasih gelang karet sebagai hukuman sebagai pengganti penghapus yg hilang he3..tp hbs itu ya dibeliin lagi. tp sedari kecil mmg harus diajarkan hal2 seperti tanggung jawab y mbk
ReplyDeletehihihi...gelang karet klo dipake ngapus jadinya item yaa, Mba. Bisa jd pembelajaran bgt yaa jadinya 😀
Delete(y) (y) ngajarin tanggung jawab harus sejak dini ya Mba :) makasih sharingnya..
ReplyDeleteBetul, Mba. Sebagai latihan. Sama2 Mba 😊😊
Delete