Kehamilan
Pregnancy Journey : Menuju Hari H VBAC & Gentle Birth After Cesarean Part #2
40 Weeks
Hari Senin, 12 Januari 2015. Usia kehamilan sudah memasuki 40 Minggu + 3 Hari, dan belum ada tanda-tanda persalinan yang signifikan. Setelah kontrol ke Bidan Naning di Ngesti Widodo, diperiksa, ternyata sudah bukaan 1 tapi masih sempit. Kondisi mulut rahim sudah lebih lunak dan tipis dibandingkan sebelumnya. Dan selebihnya yang harus dilakukan selain jongkok berdiri, pelvic rocking, induksi alami, adalah bersabar. Keep calm and surrender.
Pulang dari Ngesti Widodo, saya merasa rileks dan lebih tenang dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Sambil jalana-jalan dan belanja ke Superindo, saya mulai menikmati kontraksi-kontraksi yang terjadi meskipun tidak sesignifikan yang dibayangkan karena belum teratur dan masih kadang-kadang ada, kadang-kadang hilang. Setiap saat mencoba mengafrimasi diri sendiri bahwa kontraksi yang teratur akan segera datang dan itu adalah cara terbaik agar bayi saya dapat dilahirkan. Saya juga mulai mempraktekkan visualisasi mawar merekah selama di rumah, atau saat waktu luang. Bosan melakukan pelvic rock, saya memutuskan buat ngepel sambil jongkok ;D biar kepala si baby semakin turun dan membukakan jalan lahir.
Si Sulung sudah mulai bertanya-tanya, kapan adikknya bakal lahir. Nah, ketika sedang bertanya-tanya, saya punya perasaan kalau itu adalah saat yang tepat untuk memberi penjelasan dan pengertian tentang proses kelahiran bayi, apalagi rencananya saya ingin dia ikut menemani pas proses persalinan. Saya pun mulai memberi pengertian dan penjelasan yang bisa ditangkap anak usia 7 tahun tentang proses persalinan, dan memastikan dia akan siap menghadapi proses persalinan saya.
Selasa, 13 Januari masih belum ada kontraksi signifikan yang saya harapkan. Rasanya mulai cemas akan hal-hal yang sebenarnya nggak ada hubungannya dengan proses persalinan, semisal gimana kalau mundur sampai wiken, padahal Bu Naning sedang off karena ada acara keluarga, dan tanggal 17 Januari Si Sulung juga harus pentas seni, gimana kalau waktunya bertepatan dengan saya melahirkan, nanti dia nggak jadi pentas, dong. Pokoknya, saat itu pikiran mulai kalut lagi. Akhirnya, mencoba buat relaksasi dan visualisasi lagi. Selasa sorenya, saya mengantar Si Sulung latihan wushu, dan setelah pulang mengantar, tiba-tiba mulai merasakan kontraksi yang lumayan teratur, yaay.
Rasanya antara hepi dan deg-degan. Akankah malam ini waktunya? Tetapi juga mencoba untuk santai; saya dan suami masih magriban dulu di luaran sambil cari makan malam. Pulang menjemput Ezra latihan wushu, mulesnya semakin krues-krues, tapi semakin bikin saya tersenyum. Saatnya sudah dekat, nih. Sampai rumah, saya mulai nggak bisa diem. Jam 10 malam, kontraksi makin teratur, dan saya nggak bisa tidur, dong. Si sulung dan suami saya suruh istirahat, sementara saya menyiapkan ini-itu.
The Day
Jam 3 dini hari, saya menemukan flek merah tua di CD, dan nggak lama fleknya semakin banyak dan warnanya semakin muda. Siap-siap membangunkan Pak Suami, yang saat bangun langsung kedandapan ini-itu, tapi bengong waktu semua peralatan tempur sudah siap ada di mobil, dan tinggal menggotong si sulung yang masih terlelap. Sesuai SOP yang sudah disepakati bersama, kami langsung berangkat ke Ungaran. Momen ketika kami berada di mobil bertiga ini sungguh nggak terlupakan banget. Belum sampai 10 menit berkendara, Si Sulung bangun. Dan kita berdoa bareng. "Kak, yuuk berdoa, Bunda mau melahirkan adek, nih," kata Pak Suami yang wajahnya sumringah karena harinya sudah tiba, dan kita memacu mobil ke arah Ungaran bukan ke arah Paviliun Garuda :D.
Hampir Subuh, kami sampai di RBNW, disambut oleh bidan jaga yang langsung mengecek pembukaan, yang ternyata sudah (atau baru, ya...hehehe) pembukaan dua. Setelah bidan jaga mengontak Bu Naning, diputuskan kalau saya harus stay untuk observasi, padahal tadinya kalau masih pembukaan 2 saya kepingin turun ke kota buat anter Ezra sekolah dulu, tapi setelah berembuk dengan suami diputuskan kalau Ezra hari ini nggak perlu masuk sekolah.
Meskipun semaleman ngga tidur, pagi itu saya memilih buat jalan-jalan pagi di seputaran RBNW ketimbang tiduran di kamar. Nggak tau kenapa, rasanya kok nggak sabar pengin pembukaannya banyak, hehehe, dan tidur bukan opsi buat bikin pembukaannya jadi cepet, kan. Tapi Pak Suami, dan bidan di RBNW juga mengingatkan kalau saya harus menyimpan energi buat nanti-nanti. Jadi, setelah sarapan pagi, saya istirahat sebentar di kamar sambil menunggu visit dari Bu Naning, setelah itu proses selanjutnya saya ditemani oleh Bidan Yuni. Dari mulai pembukaan 2 hingga 6, Bidan Yuni yang membantu saya untuk melakukan relaksasi, visualisasi, dan hypnoborthing, juga latihan-latihan fisik lainnya seperti jongkok-berdiri, pelvic rocking, dan sebagainya. Berganti-gantian dengan Pak Suami, juga.
Di kamar bersalin, lagu-lagu instrumen yang membuat relaks mengalun, pencahayaannya dibuat redup, dan aroma jasmine-lavender dari diffuser menguar di udara. Ezra bolak-balik menengok saya di kamar bersalin, mainan mobil-mobilan di dalam, menciumi kening saya saat mulesnya datang, dan kadang-kadang masih becanda bareng. Benar-benar proses bersalin yang sesuai seperti apa yang saya harapkan dan tulis dalam birthplan A. Bukaan 6, saya kembali jalan-jalan di seputaran RBNW, sambil ditemani Ezra dan Pak Suami.
Saya sungguh salut dengan kesabaran dan ketelatenan bidan-bidan di RBNW dalam menghadapi pasiennya, saya merasa menjadi bumil istimewa yang sedang menantikan kehadiran mahluk istimewa dari dalam rahimnya. Semua afirmasi positif dan situasi positif yang terbangun di sana membuat saya terus semangat untuk menghadapi proses pembukaan rahim yang rasanya lamaa banget, hehehe. Dan terus terang, di pembukaan 6, energi saya mulai lowbatt.
Menjelang sore, Bu Naning datang lagi, mengecek kembali pembukaan yang masih berada di angka 6, 5 (Hikss, kok, lama, ya.) dan semangat yang tadi tiarap mulai up lagi. Bu Naning lalu menyiapkan premix essential oil-nya dan mulai memijit saya di bagian panggul dengan baluran EO tersebut, sementara saya menikmati kontraksi sambil pelvic rocking di atas birthing ball.
Sepertinya, semangat dan energi yang mulai menurun bukan hanya dialami oleh saya, tapi juga oleh Ezra dan suami, yang sejak awal selalu memantau jumlah pembukaan. Waktu tahu masih bukaan enam, dan harus pembukaan sampai 10 bari si adek bisa lahir, Ezra sempat mengeluh; 'kok, lama banget', dan sepertinya mulai ada tanda-tanda kalau dia merasa cemas. Saya pun memberitahu kalau saya tidak apa-apa, dan memang harus seperti ini supaya adiknya bisa lahir. Dia naik ke atas tempat tidur ruang bersalin, ikut berbaring di samping saya, dan menciumi saya. It's okay, baby, soon you'll be a big bro. Saya pun jadi semangat dan mencoba menguatkan diri lagi.
Semangat mulai bertambah lagi, saat kedatangan Ibu dan Ayah saya dari Bandung, yang feeling so good kalau saya bakal lahiran hari itu juga, padahal saya cuma mengabari kalau sudah bukaan satu pada hari Seninnya, dan cuma minta doa semoga proses selanjutnya dimudahkan.
Setelah semangat dan energi yang lowbatt mulai ter-recharge lagi, saya kembali bangun dari tempat tidur, jalan-jalan lagi, pelvic rocking lagi, dan kalau mulai capek, kembali ke tempat tidur dan berbaring miring ke kiri. Oya, saat itu, jam segitu, hujan mulai turun, dan entah gimana, saya merasa rileks saat mendengarkan suara hujan, dan gelombang rahim yang datang jadi terasa lebih intens, tetapi nyaman. Saya pun memutuskan mondar-mandir di luar kamar sambil mendengarkan suara hujan.
Demi bisa mengejar pembukaan, akhirnya yang tadinya saya menulis tidak ingin diberi obat pencahar di birthplan, memutuskan untuk melakukan huknah, dan setelah duduk di kamar mandi untuk BAB, saya merasakan gelombang rahim yang lebih intens saat sedang dalam posisi duduk tersebut. Saya pun meminta waktu pada Bidan Yuni untuk berada dalam posisi tersebut sedikit lebih lama.
Pembukaan 7 menuju ke 8. Semenjak pembukaan delapan, gelombang rahim terasa semakin intens dan aduhai rasanya. Nafas perut mulai sedikit buyar, dan saya lebih nyaman kalau bersenandung sambil mengikuti alunan musik untuk mengalihkan rasa tidak nyaman. Pikiran mencoba untuk terus fokus, mengingatkan diri bahwa gelombang rahim yang datang ini adalah cara terbaik agar bayi dapat membuka jalan lahirnya.
Menjelang bukaan 9, ibu saya masuk ke ruang bersalin dan ikut menyemangati. Bu Naning juga mulai menyarankan saya untuk menyiapkan posisi yang nyaman ketika nanti mulai mengejan. Dari posisi setengah duduk, saya mencoba posisi table pose-nya yoga, lalu ternyata lebih nyaman dengan posisi setengah jongkok. Sambil mengikuti aba-aba dari Bu Naning, mencoba mengatur napas, dan merasakan gelombang rahim yang sangat-sangat intens, saya mulai mengejan. Pak Suami dan Ezra ikut berkumpul di sekitar tempat tidur, sementara ayah saya karena nggak tega memutuskan menunggu di kamar, saya memegangi tangan Pak Suami erat-erat setiap kali gelombang rahim datang, dan ketika crowning (kepala bayi sudah mulai terlihat), semua langsung menyemangati, dan saya mengatur posisi untuk mengejan lebih intens, sesuai yang diintruksikan Bu Naning. Saya menyentuh kepala si baby sebentar sambil mengafirmasi, "Ayo Dek, kita berjuang bersama, cari jalan lahirmu, dan Bunda akan membantu mendorongmu keluar.."
Sekali mengejan, dua kali, tiga kali, akhirnya si baby pun meluncur keluar. Rasanya lega luar biasa ketika merasakan si baby langsung diangkat ke dada, sambil merasakan si baby di dada, saya terus mengucapkan kalimat syukur dan Allahu Akbar. Pak Suami langsung memeluk, menciumi saya, dan berkaca-kaca. Raut wajahnya sumringah. Ezra langsung memeluk Ibu saya, dan samar-samar saya bisa mendengar dia bilang; "..akhirnya aku punya adek ya, Oma.." Nggak lama, dia pun menghampiri saya dan mencium saya.
Si Baby yang ternyata tali pusatnya pendek, berbaring di dada untuk IMD, saya menyentuh kepalanya; "Good job, boy...we did it.."
Rabu, 14 Januari, 2015, Pukul 17.50: Muhammad Azmy Tazacka, lahir ke dunia. Tidak salah kalau nama Azmy (Teguh) diberikan kepadamu, itu adalah pesan dariNya agar kami semua, dan terutama saya bisa berteguh hati pada harapan dan mimpi yang dimiliki.
Dan akhirnya, mimpi dan cita-cita saya untuk VBAC secara gentle pun terkabul. Terima kasih Tuhan yang Maha menghidupkan mimpi-mimpi.
Setelah itu, satu persatu tahapan persalinan yang saya mimpikan pun terkabul; dari mulai tidak dilakukannya epistiomi (pengguntingan bagian perineum), IMD, melakukan penundaan pemotongan tali pusat (lotus birth), burning cord, rooming in, pijat bayi...dan surprisingly sehabis melahirkan di RBNW rasanya jadi ibu baru yang istimewa sekali, karena sehari setelah melahirkan saya dipijat-lulur, besoknya ditotok wajah, mandi uap, dan terapi ear candle. Saya pun pulih secara fisik dan mental dengan cepat. Alhamdulillah.
Pulang dari Ngesti Widodo, saya merasa rileks dan lebih tenang dibandingkan beberapa hari sebelumnya. Sambil jalana-jalan dan belanja ke Superindo, saya mulai menikmati kontraksi-kontraksi yang terjadi meskipun tidak sesignifikan yang dibayangkan karena belum teratur dan masih kadang-kadang ada, kadang-kadang hilang. Setiap saat mencoba mengafrimasi diri sendiri bahwa kontraksi yang teratur akan segera datang dan itu adalah cara terbaik agar bayi saya dapat dilahirkan. Saya juga mulai mempraktekkan visualisasi mawar merekah selama di rumah, atau saat waktu luang. Bosan melakukan pelvic rock, saya memutuskan buat ngepel sambil jongkok ;D biar kepala si baby semakin turun dan membukakan jalan lahir.
Si Sulung sudah mulai bertanya-tanya, kapan adikknya bakal lahir. Nah, ketika sedang bertanya-tanya, saya punya perasaan kalau itu adalah saat yang tepat untuk memberi penjelasan dan pengertian tentang proses kelahiran bayi, apalagi rencananya saya ingin dia ikut menemani pas proses persalinan. Saya pun mulai memberi pengertian dan penjelasan yang bisa ditangkap anak usia 7 tahun tentang proses persalinan, dan memastikan dia akan siap menghadapi proses persalinan saya.
Selasa, 13 Januari masih belum ada kontraksi signifikan yang saya harapkan. Rasanya mulai cemas akan hal-hal yang sebenarnya nggak ada hubungannya dengan proses persalinan, semisal gimana kalau mundur sampai wiken, padahal Bu Naning sedang off karena ada acara keluarga, dan tanggal 17 Januari Si Sulung juga harus pentas seni, gimana kalau waktunya bertepatan dengan saya melahirkan, nanti dia nggak jadi pentas, dong. Pokoknya, saat itu pikiran mulai kalut lagi. Akhirnya, mencoba buat relaksasi dan visualisasi lagi. Selasa sorenya, saya mengantar Si Sulung latihan wushu, dan setelah pulang mengantar, tiba-tiba mulai merasakan kontraksi yang lumayan teratur, yaay.
Rasanya antara hepi dan deg-degan. Akankah malam ini waktunya? Tetapi juga mencoba untuk santai; saya dan suami masih magriban dulu di luaran sambil cari makan malam. Pulang menjemput Ezra latihan wushu, mulesnya semakin krues-krues, tapi semakin bikin saya tersenyum. Saatnya sudah dekat, nih. Sampai rumah, saya mulai nggak bisa diem. Jam 10 malam, kontraksi makin teratur, dan saya nggak bisa tidur, dong. Si sulung dan suami saya suruh istirahat, sementara saya menyiapkan ini-itu.
The Day
Jam 3 dini hari, saya menemukan flek merah tua di CD, dan nggak lama fleknya semakin banyak dan warnanya semakin muda. Siap-siap membangunkan Pak Suami, yang saat bangun langsung kedandapan ini-itu, tapi bengong waktu semua peralatan tempur sudah siap ada di mobil, dan tinggal menggotong si sulung yang masih terlelap. Sesuai SOP yang sudah disepakati bersama, kami langsung berangkat ke Ungaran. Momen ketika kami berada di mobil bertiga ini sungguh nggak terlupakan banget. Belum sampai 10 menit berkendara, Si Sulung bangun. Dan kita berdoa bareng. "Kak, yuuk berdoa, Bunda mau melahirkan adek, nih," kata Pak Suami yang wajahnya sumringah karena harinya sudah tiba, dan kita memacu mobil ke arah Ungaran bukan ke arah Paviliun Garuda :D.
Hampir Subuh, kami sampai di RBNW, disambut oleh bidan jaga yang langsung mengecek pembukaan, yang ternyata sudah (atau baru, ya...hehehe) pembukaan dua. Setelah bidan jaga mengontak Bu Naning, diputuskan kalau saya harus stay untuk observasi, padahal tadinya kalau masih pembukaan 2 saya kepingin turun ke kota buat anter Ezra sekolah dulu, tapi setelah berembuk dengan suami diputuskan kalau Ezra hari ini nggak perlu masuk sekolah.
Meskipun semaleman ngga tidur, pagi itu saya memilih buat jalan-jalan pagi di seputaran RBNW ketimbang tiduran di kamar. Nggak tau kenapa, rasanya kok nggak sabar pengin pembukaannya banyak, hehehe, dan tidur bukan opsi buat bikin pembukaannya jadi cepet, kan. Tapi Pak Suami, dan bidan di RBNW juga mengingatkan kalau saya harus menyimpan energi buat nanti-nanti. Jadi, setelah sarapan pagi, saya istirahat sebentar di kamar sambil menunggu visit dari Bu Naning, setelah itu proses selanjutnya saya ditemani oleh Bidan Yuni. Dari mulai pembukaan 2 hingga 6, Bidan Yuni yang membantu saya untuk melakukan relaksasi, visualisasi, dan hypnoborthing, juga latihan-latihan fisik lainnya seperti jongkok-berdiri, pelvic rocking, dan sebagainya. Berganti-gantian dengan Pak Suami, juga.
Di kamar bersalin, lagu-lagu instrumen yang membuat relaks mengalun, pencahayaannya dibuat redup, dan aroma jasmine-lavender dari diffuser menguar di udara. Ezra bolak-balik menengok saya di kamar bersalin, mainan mobil-mobilan di dalam, menciumi kening saya saat mulesnya datang, dan kadang-kadang masih becanda bareng. Benar-benar proses bersalin yang sesuai seperti apa yang saya harapkan dan tulis dalam birthplan A. Bukaan 6, saya kembali jalan-jalan di seputaran RBNW, sambil ditemani Ezra dan Pak Suami.
Saya sungguh salut dengan kesabaran dan ketelatenan bidan-bidan di RBNW dalam menghadapi pasiennya, saya merasa menjadi bumil istimewa yang sedang menantikan kehadiran mahluk istimewa dari dalam rahimnya. Semua afirmasi positif dan situasi positif yang terbangun di sana membuat saya terus semangat untuk menghadapi proses pembukaan rahim yang rasanya lamaa banget, hehehe. Dan terus terang, di pembukaan 6, energi saya mulai lowbatt.
Menjelang sore, Bu Naning datang lagi, mengecek kembali pembukaan yang masih berada di angka 6, 5 (Hikss, kok, lama, ya.) dan semangat yang tadi tiarap mulai up lagi. Bu Naning lalu menyiapkan premix essential oil-nya dan mulai memijit saya di bagian panggul dengan baluran EO tersebut, sementara saya menikmati kontraksi sambil pelvic rocking di atas birthing ball.
Sepertinya, semangat dan energi yang mulai menurun bukan hanya dialami oleh saya, tapi juga oleh Ezra dan suami, yang sejak awal selalu memantau jumlah pembukaan. Waktu tahu masih bukaan enam, dan harus pembukaan sampai 10 bari si adek bisa lahir, Ezra sempat mengeluh; 'kok, lama banget', dan sepertinya mulai ada tanda-tanda kalau dia merasa cemas. Saya pun memberitahu kalau saya tidak apa-apa, dan memang harus seperti ini supaya adiknya bisa lahir. Dia naik ke atas tempat tidur ruang bersalin, ikut berbaring di samping saya, dan menciumi saya. It's okay, baby, soon you'll be a big bro. Saya pun jadi semangat dan mencoba menguatkan diri lagi.
Semangat mulai bertambah lagi, saat kedatangan Ibu dan Ayah saya dari Bandung, yang feeling so good kalau saya bakal lahiran hari itu juga, padahal saya cuma mengabari kalau sudah bukaan satu pada hari Seninnya, dan cuma minta doa semoga proses selanjutnya dimudahkan.
Setelah semangat dan energi yang lowbatt mulai ter-recharge lagi, saya kembali bangun dari tempat tidur, jalan-jalan lagi, pelvic rocking lagi, dan kalau mulai capek, kembali ke tempat tidur dan berbaring miring ke kiri. Oya, saat itu, jam segitu, hujan mulai turun, dan entah gimana, saya merasa rileks saat mendengarkan suara hujan, dan gelombang rahim yang datang jadi terasa lebih intens, tetapi nyaman. Saya pun memutuskan mondar-mandir di luar kamar sambil mendengarkan suara hujan.
Demi bisa mengejar pembukaan, akhirnya yang tadinya saya menulis tidak ingin diberi obat pencahar di birthplan, memutuskan untuk melakukan huknah, dan setelah duduk di kamar mandi untuk BAB, saya merasakan gelombang rahim yang lebih intens saat sedang dalam posisi duduk tersebut. Saya pun meminta waktu pada Bidan Yuni untuk berada dalam posisi tersebut sedikit lebih lama.
Pembukaan 7 menuju ke 8. Semenjak pembukaan delapan, gelombang rahim terasa semakin intens dan aduhai rasanya. Nafas perut mulai sedikit buyar, dan saya lebih nyaman kalau bersenandung sambil mengikuti alunan musik untuk mengalihkan rasa tidak nyaman. Pikiran mencoba untuk terus fokus, mengingatkan diri bahwa gelombang rahim yang datang ini adalah cara terbaik agar bayi dapat membuka jalan lahirnya.
Menjelang bukaan 9, ibu saya masuk ke ruang bersalin dan ikut menyemangati. Bu Naning juga mulai menyarankan saya untuk menyiapkan posisi yang nyaman ketika nanti mulai mengejan. Dari posisi setengah duduk, saya mencoba posisi table pose-nya yoga, lalu ternyata lebih nyaman dengan posisi setengah jongkok. Sambil mengikuti aba-aba dari Bu Naning, mencoba mengatur napas, dan merasakan gelombang rahim yang sangat-sangat intens, saya mulai mengejan. Pak Suami dan Ezra ikut berkumpul di sekitar tempat tidur, sementara ayah saya karena nggak tega memutuskan menunggu di kamar, saya memegangi tangan Pak Suami erat-erat setiap kali gelombang rahim datang, dan ketika crowning (kepala bayi sudah mulai terlihat), semua langsung menyemangati, dan saya mengatur posisi untuk mengejan lebih intens, sesuai yang diintruksikan Bu Naning. Saya menyentuh kepala si baby sebentar sambil mengafirmasi, "Ayo Dek, kita berjuang bersama, cari jalan lahirmu, dan Bunda akan membantu mendorongmu keluar.."
Sekali mengejan, dua kali, tiga kali, akhirnya si baby pun meluncur keluar. Rasanya lega luar biasa ketika merasakan si baby langsung diangkat ke dada, sambil merasakan si baby di dada, saya terus mengucapkan kalimat syukur dan Allahu Akbar. Pak Suami langsung memeluk, menciumi saya, dan berkaca-kaca. Raut wajahnya sumringah. Ezra langsung memeluk Ibu saya, dan samar-samar saya bisa mendengar dia bilang; "..akhirnya aku punya adek ya, Oma.." Nggak lama, dia pun menghampiri saya dan mencium saya.
Si Baby yang ternyata tali pusatnya pendek, berbaring di dada untuk IMD, saya menyentuh kepalanya; "Good job, boy...we did it.."
Rabu, 14 Januari, 2015, Pukul 17.50: Muhammad Azmy Tazacka, lahir ke dunia. Tidak salah kalau nama Azmy (Teguh) diberikan kepadamu, itu adalah pesan dariNya agar kami semua, dan terutama saya bisa berteguh hati pada harapan dan mimpi yang dimiliki.
Dan akhirnya, mimpi dan cita-cita saya untuk VBAC secara gentle pun terkabul. Terima kasih Tuhan yang Maha menghidupkan mimpi-mimpi.
Setelah itu, satu persatu tahapan persalinan yang saya mimpikan pun terkabul; dari mulai tidak dilakukannya epistiomi (pengguntingan bagian perineum), IMD, melakukan penundaan pemotongan tali pusat (lotus birth), burning cord, rooming in, pijat bayi...dan surprisingly sehabis melahirkan di RBNW rasanya jadi ibu baru yang istimewa sekali, karena sehari setelah melahirkan saya dipijat-lulur, besoknya ditotok wajah, mandi uap, dan terapi ear candle. Saya pun pulih secara fisik dan mental dengan cepat. Alhamdulillah.
Waah mba keren bgt skrg ngelairin di ngesti widodo, jaman anakku dl gak gt, malahan ga boleh ditungguin pas bersalin, pokoknya kuno bgt deh, tp memang bidan2 disitu sabar dan tlaten
ReplyDeleteBtw, disitu terima asuransi inhealth ga ya,maklum skrg ditanggung asuransi. Biaya melahirkan skrg brp ya utk kelas 1 dan vip, dgn dokter maupun bidan? Tks
ReplyDeletei feel so happy dan ngerasa dapet atmosfir positif setelah baca cerita Mba Nia. sekarang aku sedang hamil 26 week, semoga aku bisa sukses VBAC seperti Mba Nia ya :)
ReplyDelete