Psikologi
Self Healing Journal
Breaking the Habits
Breaking the habits. Empat puluh empat hari lagi kita akan mengalami pergantian tahun. Biasanya, di momen menjelang pergantian tahun seperti inilah kebanyakan orang melakukan ulasan tentang hari-hari yang sudah mereka lalui. Menuliskan resolusi adalah hal umum yang biasa dibuat orang-orang menjelang pergantian tahun. Dengan harapan mendapatkan perubahan yang lebih baik di tahun yang akan datang, kita menuliskan satu demi satu harapan dan keinginan kita. Termasuk keinginan untuk bisa melepaskan diri dari kebiasaan buruk, seperti menunda-nunda pekerjaan, kurang produktif, dan lain sebagainya. Ini cara efektif mengubah kebiasaan buruk.
images minjem dari pinterest |
Namun, apa yang terjadi ketika perubahan yang kita harapkan tidak kunjung datang? Perasaan kecewa dan merasa resolusi yang sudah kita tuliskan sepertinya sia-sia saja akan muncul.
Hal itu membuat kita jadi malas untuk menuliskan resolusi, bahkan akhirnya membuat kita menyerah pada kebiasaan lama yang merugikan.
Ternyata, menurut sumber di zenhabits, berharap dapat mengubah seluruh aspek kehidupan kita secara bersamaan adalah cara yang tepat untuk gagal.
Kita tidak dapat mengubah keseluruhan kebiasaan buruk yang kita miliki secara bersamaan.
Bener juga, sih.
Contohnya saya sendiri :).
Memulai sebuah kebiasaan baru setelah kurang lebih 30 tahun menjalani kebiasaan lama itu nggak gampang.
Harus mengerahkan usaha ekstra untuk membentuk kembali dan mengaktifkan kebiasaan baru tersebut.
Kebiasaan lama itu ibarat kawat yang dipilin satu per satu hari demi hari selama 30 tahun, dan memutuskan jalinan kawatnya—bisa dibayangkan sendiri, kan.
Jadi, sebenernya gimana cara mengubah kebiasaan buruk yang efektif itu?
Di sini, saya akan mencoba berbagi cara memutus kebiasaan lama yang buruk dan menggantinya dengan yang lebih baik.
Cara ini saya kumpulkan dari berbagai sumber kemudian diolah kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan. Semoga bermanfaat, ya.
1. Langkah pertama, tentukan kebiasaan buruk apa yang paling penting dan mendesak untuk diubah.
Kita bisa membuat semacam kuadran atau matriks manajemen waktu untuk memetakan kebiasaan-kebiasaan buruk kita.
Misalnya :
Di Kuadran I, berisi kebiasaan buruk yang sifatnya penting dan mendesak untuk segera diubah; di Kuadran II, berisi kebiasaan buruk yang penting(memengaruhi kehidupan kita secara signifikan) tetapi tidak mendesak untuk diubah; di Kuadran III, berisi kebiasaan buruk yang secara waktu sangat mendesak untuk diubah tapi tidak penting; dan di Kuadran IV berisi kebiasaan buruk yang tidak penting dan tidak mendesak untuk diubah.
Kita bisa membuat semacam kuadran atau matriks manajemen waktu untuk memetakan kebiasaan-kebiasaan buruk kita.
Misalnya :
Di Kuadran I, berisi kebiasaan buruk yang sifatnya penting dan mendesak untuk segera diubah; di Kuadran II, berisi kebiasaan buruk yang penting(memengaruhi kehidupan kita secara signifikan) tetapi tidak mendesak untuk diubah; di Kuadran III, berisi kebiasaan buruk yang secara waktu sangat mendesak untuk diubah tapi tidak penting; dan di Kuadran IV berisi kebiasaan buruk yang tidak penting dan tidak mendesak untuk diubah.
Setelah selesai memetakan maka dari Kuadran I kita akan mendapatkan sekumpulan kebiasaan buruk yang sifatnya penting dan mendesak untuk diubah.
Dari sekumpulan kebiasaan itu, tentukan mana yang akan diubah terlebih dahulu. Misalnya, ada tiga kebiasaan buruk maka urutkanlah dalam skala prioritas mana yang akan lebih dulu diubah.
Cara ini, menurut saya bisa diumpamakan seperti memotong kentang.
Bayangkan memakan kentang bulat-bulat tanpa dipotong, pasti susah kan ngunyahnya.
Saat memotong kentang untuk dibuat french fries, misalnya, biasanya kita kan membagi dulu kentang tersebut menjadi dua bagian, baru setelah itu memotongnya lebih kecil lagi.
Cara itu akan lebih mudah, kan.
Buat yang ngga biasa motong kentang, coba bayangin lagi mau mindahin batu, deh.
Batu besar kalau kita bawa sekaligus akan terasa berat, tapi kalau dipecah kecil-kecil dan dibawa sedikit demi sedikit pasti lebih mudah, kan.
Memecah kebiasaan buruk menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan memudahkan kita untuk memfokuskan energi perubahan.
2. Setelah dipecah kecil-kecil, mulailah menentukan target perubahannya harus seperti apa dan jangka waktunya kapan.
Perubahan tanpa jangka waktu itu percuma.
Sama seperti mau pergi ke Paris, misalnya, tapi nggak tahu kapan.
Padahal, tanpa menentukan tiket dan tanggal yang tepat, kita nggak bakal sampai-sampai ke sana.
Sekarang, kita sudah punya titik awal (kebiasaan yang akan diubah), tujuan(menjadi seperti apa/digantikan oleh kebisaan baru apa), dan jangka waktu.
3. Langkah selanjutnya adalah berubah secara konsisten—dimulai sekarang juga. Saat kita sudah menyadari kalau kebiasaan itu buruk dan harus dihentikan.
Menurut saya, daripada sehari berubah 10 %, tetapi kemudian tidak konsisten, lebih baik setiap hari berubah sebanyak 1 %, tetapi konsisten.
Seperti menaiki anak tangga, satu per satu, lama-lama sampai di atas juga, kan. Kalau sudah ada perubahan, jangan buru-buru menerapkan kebiasaan baru yang baik secara bersamaan.
Lakukanlah pelan-pelan, tetapi disiplin. Kebiasaan baru harus diterapkan secara bertahap.
Dengan begitu, otak akan memprogram ulang kebiasaan lama dan menggantikannya dengan kebiasaan baru dengan lebih baik dan bersifat menetap.
Perubahaan yang mendadak tanpa diiringi penguatan secara mental tidak akan bertahan lama.
Oleh karena itu, kebiasaan yang akan kita ubah harus digantikan dengan kebiasaan baru yang nilai emosionalnya sama kuatnya dengan kebiasaan buruk itu sendiri.
Misalnya, kita akan mengubah kebiasaan prokastinasi maka kebiasaan baru yang menggantikannya harus memiliki nilai emosional yang sama kuatnya.
Kalau prokastinasi membuat kita malas, maka kebiasaan baru yang menggantikan prokastinasi harus membuat kita merasakan hal yang berlawanan, misalnya bersemangat, produktif, dsb.
Okay...itu dulu deh, sharingnya.
Next time, akan ada sharing juga tentang bagaimana mempertahankan kebiasaan baru yang baik :)
No comments